MATARAM,OBORbima – Plt Juru Bicara KPK Bidang Pencegahan Ipi Maryati Kuding mengatakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendorong jajaran pemerintah daerah di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) untuk terus meningkatkan upaya pemberantasan korupsi terintegrasi di wilayah NTB. Berdasarkan skor rata-rata indikator tata kelola pemerintahan daerah yang baik di wilayah NTB pada tahun 2020 menurun dibandingkan tahun 2019, yakni dari 77 persen di tahun 2019 menjadi 76 persen di 2020.
Skor tersebut, kata dia, tertuang dalam aplikasi Monitoring Centre for Prevention (MCP) yang dimiliki KPK. Ada 8 area intervensi dalam tata kelola pemerintah daerah yang baik di NTB, yakni Perencanaan dan Penganggaran APBD, Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ), Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), Kapabilitas Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP), Manajemen ASN, Optimalisasi Pajak Daerah, Manajemen Aset atau Barang Milik Daerah (BMD), dan Tata Kelola Dana Desa.
“Sekurangnya terdapat empat fokus area intervensi yang perlu mendapatkan perhatian serius dari beberapa pemda di NTB, yakni terkait Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) khususnya di Pemkab Sumbawa Barat dan Lombok Tengah masing-masing dengan skor 25,25 persen dan 43,5 persen. Kedua, terkait Manajemen ASN khususnya untuk Pemkab Sumbawa Barat dengan skor 43,25 persen. Ketiga, Optimalisasi Pajak Daerah di beberapa pemda seperti Pemkab Lombok Utara, Lombok Tengah, Dompu dan Bima dengan capaian masih di bawah 50 persen. Dan, keempat terkait tata kelola dana desa, khususnya untuk Pemkab Lombok Utara dan Sumbawa Barat masing-masing dengan skor 21 persen dan 50 persen,” terangnya.
Ia menjelaskan, Capaian indikator MCP ini telah KPK sampaikan kepada masing-masing pemda dalam rapat monitoring dan evaluasi (monev) program pemberantasan korupsi terintegrasi yang dilakukan secara berkala.
“Selain empat fokus area tersebut, ada beberapa catatan KPK terkait fokus area lainnya dengan sejumlah rekomendasi perbaikan. Di antaranya terkait PBJ, KPK merekomendasikan penambahan personil fungsional PBJ, pemberian tambahan pendapatan penghasilan (TPP) khusus untuk UKPBJ, peningkatan kompetensi SDM dan mendorong percepatan pelaksanaan probity audit,” pungkasnya.
Sedangkan, terkait Optimalisasi Pendapatan Daerah, KPK telah mendorong melalui implementasi pemasangan alat perekaman pajak. Melalui digitaliasi dalam pembayaran pajak dan retribusi yang terintegrasi dengan sistem pemda ini, khususnya untuk pajak restoran, hotel, dan hiburan, capaiannya masih terbatas baru 104 buah, berupa interceptor box dan web service.
“Kendala yang dihadapi berupa penolakan oleh wajib pungut (wapu) pajak pelaku usaha untuk dipasangkan alat tersebut. Selain itu, ada beberpa pemda yang belum memiliki Peraturan Kepala Daerah (Perkada) terkait implementasi alat, serta kendala teknis dalam pemasangan alat yang tidak didampingi oleh pemda, ataupun terdapat wapu yang enggan mengirimkan data secara regular,”imbuhnya.
KPK mendorong komitmen dan dukungan dari Bank Pembangunan Daerah (BPD) NTB Syariah untuk mendukung program-program pemda yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan asli daerah.
Selain itu, melalui program Implementasi Host to Host, hingga akhir april 2021 sudah terintergrasi dengan pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Dari sepuluh pemkab/pemkot baru empat yang sudah terimplementasi, yaitu: Kota Mataram, Lombok Utara, Dompu dan Kota Bima. Saat ini masih terus berproses, KPK berharap sampai dengan akhir tahun bisa terintegrasi 100 persen.
Terkait Penguatan Kapabilitas APIP. KPK memandang penting untuk mendorong upaya penguatan APIP di masing-masing pemda agar proses pengawasan progam pembangunan di daerah bisa lebih maksimal. Strategisnya peran APIP tercermin dari jumlah rencana aksi penguatan APIP yang mencapai 21 subindikator dari total 70 subindikator dalam MCP tahun 2021 yang meliputi proses review, konsultasi, probity audit, post audit, maupun rekomendasi dan tindak lanjut perbaikan atas hasil temuan.
“Beberapa kendala terkait APIP antara lain terkait kecukupan jumlah fungsional APIP jika dibandingkan dengan analisis jabatan atau analisis beban Kerja. Kompetensi APIP juga menjadi perhatian yang perlu ditingkatkan terutama dalam pelaksanaan probity atau post audit,”tandasnya.
Sementara terkait Manajemen Aset Daerah, KPK dengan bekerja sama kepada Kementerian ATR/BPN terus mendorong percepatan sertifikasi aset daerah. Semester satu 2021 ini telah terbit 571 sertifikat milik pemda dan PT PLN.
“Selain aset, KPK juga terus mendorong pemda untuk memulihkan pendapatannya melalui penagihan piutang pajak. Dari data yang disampaikan khususnya terkait 6 pemda yaitu Bima, Lombok Barat, Lombok Tengah, Lombok Timur, Sumbawa, dan Sumbawa Barat tercatat piutang pajak sampai dengan tahun 2020 sebesar Rp165,7 Miliar dan hingga triwulan satu tahun 2021 piutang pajak yang tertagih baru sebesar Rp3,1 Miliar,”pungkasnya.
RED